BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Partisipasi Pemuda dalam Membangun Desa di Lombok Tengah

Pada tanggal 13 – 14 Januari 2016 bertempat di Embung Bual Desa Aik Bual Lombok Tengah, telah dilaksanakan workshop Persiapan Participatory Assessment. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyamakan persepsi semua peserta tentang hasil sementara Rapid Assessment (RA), termasuk didalamnya mengenai latar belakang, tujuan dan output dari Participatory Assessment (PA) di dua desa dampingan Konsorsium Hijau di Kabupaten Lombok Tengah yaitu Desa Wajegeseng dan Desa Aik Bual. Peserta yang hadir dalam workshop ini adalah para Pandu Tanahair di dua desa dampingan, aparat desa, serta beberapa spesialis dalam bidang pertanian terpadu, energi baru terbarukan serta kewirausahaan hijau.
Partcipatory assessment ini merupakan metode penelitian yang dilaksanakan oleh Pandu Tanahair bersama fasilitator yang berdasarkan pada satu titik berangkat dan tujuan yang sama yaitu kapasitas komunitas pedesaan yang terlibat. Penelitian dilakukan atas dasar kemampuan komunitas  dalam melakukan observasi dan penyebarluasan hasil observasi. Mempelajari berbagai pengetahuan yang berkembang di masyarakat yang bisa saja lahir dari pengalaman mengelola sumber daya alam, awig-awig yang mereka miliki dalam menjaga lingkungan atau konten lokal yang diterapkan dalam masyarakat sebagai pola adaptasi terhadap lingkungan. Berbagai pengetahuan tersebut di observasi, didokumentasikan dan disebarluaskan serta diterapkan sebagai upaya mengembalikan keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.


Berdasarkan hasil Rapid Assessment pada bulan November 2016 lalu di desa Wajegeseng dan Desa Aik Bual temuan sementara krisis ekologi yang dialami adalah pertama, menurunnya kualitas lahan pertanian baik dari segi produktivitas lahan maupun dari segi alih fungsi lahan. Kedua, berkurangnya daerah resapan air yang berdampak pada berkurangnya debit air sebagai akibat dari penambangan pasir oleh perusahaan swasta. Ketiga, adanya aktivitas penebangan liar kawasan Hutan Gunung Rinjani oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung yang berdampak pada meningkatnya suhu udara di kawasan desa dan kawasan hutan, serta menurunnya debit ar.
Berangkat dari krisis ekologi tersebut, Pandu Tanahair dan Fasilitator menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) dalam melakukan observasi, serta mendokumentasikan apa saja pengetahuan yang ada dalam masyarakat, apa saja bentuk stimulan yang akan diberikan untuk memperbaiki kondisi yang ada serta peningkatan kapasitas apa yang dibutuhkan sehingga akan membantu proses pembentukan logika berfikir kolektif masyarakat berdasar berbagai proses pengalaman yang telah mereka lakukan, yang pada akhirnya akan melahirkan berbagai solusi dalam mengatasi ketidakseimbangan ekologi guna mencapai kesejahteraan. Peran aktif masyarakat desa serta kaum muda dalam memperbaiki serta mengembangkan potensi desa menjadi salah satu cara menjaga keberlanjutan program.