BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

AGROFORESTRI BERBASIS KOPI – HARAPAN BAGI PETANI KAWASAN HUTAN HULU LAMBUYA, KONAWE, SULAWESI TENGGARA UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN

Praktek agroforestri (kebun campur) berbasis kopi di Konawe, Sulawesi Tenggara, dengan naungan pohon-pohonan sudah jarang ditemukan. Hal ini terutama karena harga kopi yang sempat menurun sehingga menyebabkan petani beralih ke komoditas lain yang menguntungkan, yaitu kakao. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah pun terfokus pada pengembangan tanaman kakao, dan sangat sedikit sekali penyuluhan diberikan seputaran kopi. Sehingga, kopi tidak menjadi komoditas yang menjadi sumber penghasilan utama petani. Saat ini kopi lebih banyak ditemukan sebagai pembatas kebun, terutama jenis kopi Liberika.

Kebun campur kopi jenis liberika ditanam di bawah Pohon Jati Putih Namun sejak tahun 2012, AgFor melakukan penyuluhan tentang budidaya kopi melalui program Sekolah Lapang Agroforestri yang didalamnya mengajarkan budidaya dari 5 jenis komoditas utama di Konawe, yaitu kopi, kakao, merica, cengkeh dan durian. Ahli-ahli kelima jenis komoditas tersebut didatangkan dari Balittro untuk merica dan cengkeh, Puslitkoka untuk kakao dan kopi dan Pusat Kajian Buah Tropika untuk durian. Penjelasan yang diberikan oleh ahli kopi dari Puslitkoka tentang kesuksesan menanam kopi di bawah naungan pepohonan yang dilakukan oleh kelompok tani hutan di Bandung, menginspirasi beberapa petani di dalam kelola Kawasan Hutan Hulu Lambuya, yang menjadi sebagai tempat melakukan sekolah lapang agroforestri.

Salah satu petani yang terinspirasi untuk kembali mengembangkan tanaman kopi di Konawe adalah Pak Susi, petani berumur 40 an dari suku Tolaki yang tinggal di Desa Wonua Hoa di Kawasan Hutan Hulu Lambuya. Pak Susi sudah menanam kopi sejak tahun 1989 sebelum tanaman kakao hadir di Desa Wonua Hoa, dengan berbekal ilmu dari Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur, ketika Pak Susi bekerja sebagai mandor tanam kopi-kakao di bawah pepohonan.  Waktu itu, beliau menanam di dalam kawasan hutan dengan menanam sistem lorong tanpa menebang pohon. Pengalaman di Ladongi ternyata sesuai dengan arahan yang diberikan oleh ahli kopi dari Puslitkoka, sehingga hal ini memotivasi pak Susi untuk kembali bertanam kopi. AgFor mendukung keinginan pak Susi untuk mengembangkan kopi dengan memberikan bibit kopi dari beberapa varietas untuk ditanam di kebunnya yang berbatasan dengan Kawasan Hutan Hulu Lambuya.

 

Pak Susi mencoba menanam bibit kopi yang diberikan oleh AgFor, di bawah naungan dan di lokasi lain yang terbuka. Ternyata pertumbuhan kopi lebih baik di bawah naungan. Hal ini menjawab pertanyaan yang dimiliki Pak Susi selama ini, yaitu apakah mungkin menanam komoditas yang bisa menghasilkan uang di bawah naungan pohon? Jawabannya adalah bisa, yaitu dengan menanam kopi di sela-sela lorong lantai tanah hutan di bawah naungan pepohonan hutan. Atau jika kopi akan ditanam di kebun kakao juga bisa dilakukan dengan menjadikan gamal sebagai naungannya. Sehingga bisa dilakukan penanaman tanpa harus menebang tanaman lain yang lebih tinggi dari tanaman kopi tersebut.

Tanaman kopi exelsaliberika lokal dicampur-tanam dengan tanaman lainnyaSejak dulu, Pak Susi yakin bahwa kopi akan laku di pasaran walaupun harganya tidak menyamai harga kakao, karena kopi selalu dikonsumsi oleh masyarakat Konawe setiap hari. Menurut Pak Susi, “Orang di sini kalo tidak minum kopi seperti ada yang kurang. Sedangkan di desa Wonua Hoa ini hanya saya saja yang menanam kopi dari ratusan petani yang ada di desa. Karena itulah saya jadi lebih bersemangat saat AgFor memberikan dukungan dalam pengembangan kopi. Alhamdulilah di kebun saya sekarang sudah ada berbagai jenis kopi unggul misalnya Kopi Sigararutang yang hasil penjualannya bagus sehingga saya bisa membayar hutang.” kata Pak Susi.

Saat ini Pak Susi sudah menjual kopi dari kebunnya walaupun belum dalam jumlah yang banyak. Pak Susi berharap pemerintah daerah mendukung petani dalam memasarkan kopinya dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan banyak pihak yang bergerak dalam pemasaran kopi. Dengan adanya kepastian pasar, maka dapat memotivasi petani lain untuk menanam kopi dengan sistem kebun campur dengan tanaman kakao, kelapa, merica, durian, langsat seperti yang saat ini dikembangkan oleh Pak Susi di kebunnya. Pengakuan pak Susi dengan mengembangkan sistem kebun campur, setiap bulan ada yang bisa dipanen. “Ada banyak jenis tanaman di kebun saya, sehingga setiap bulan selalu ada yang bisa dipanen secara bergantian. Sekarang saya bisa menyekolahkan anak sampai ke perguruan tinggi.” Harapan ke depannya, petani Kawasan Hutan Hulu Lambuya dapat belajar dari Pak Susi sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan sekitarnya.