BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kader Theodorus : Mandiri Itu Bukan Yang Bekerja Sendiri

                                                   

 

“Awalnya saya menahan diri mengacungkan tangan saat Tim KIAT Guru mencari seseorang yang bersedia jadi Kader, tapi tidak ada yang berani maju, apa mungkin karena tak bergaji ya?. Akhirnya saya putuskan untuk maju,” cerita Pak Theodorus Tamar (54 tahun)  tentang awal mulanya dia menjadi Kader Desa untuk program rintisan Kinerja dan Akuntabilitas guru (KIAT Guru) di SDI Golo Rutuk Desa Bangka Kempo, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur.

Melihat situasi kampung sekembalinya dari merantau di Ibu Kota beberapa tahun yang lalu, menggerakkan hati Pak Theo (panggilan akrabnya) untuk terlibat mencari solusi pada permasalahan desa. Hal yang paling meresahkannya adalah soal pendidikan. Dalam pengamatannya, di kampungnya masih sangat sedikit warga yang tamat SMA. “Saya melihat di desa kami, masyarakatnya banyak yang tidak tamat SMA. Bagaimana kita bisa membangun kampung kalau SDM rendah begini?,” ungkapnya dengan nada gusar.

Itulah mengapa Pak Theo begitu tertarik bergabung dengan Program rintisan KIAT Guru. “Hal yang menarik bagi saya, KIAT Guru ini melibatkan masyarakat dalam penanganan masalah pendidikan,” ujarnya bersemangat. Theo serasa menemukan teman yang tepat untuk membantunya mewujudkan mimpi, melihat masa pendidikan anak-anak di kampungnya bisa lebih baik. “KIAT Guru memberikan contoh bagaimana membangun kerjasama antara pihak sekolah dengan masyarakat,” akunya. “Terjadi saling koordinasi antar pihak, di mana masing-masing membuat janji untuk disepakati,” tambahny

Pak Theo menceritakan pengalaman yang paling berkesan sebagai Kader Desa terjadi di awal-awal program berjalan. Ternyata niat mulia KIAT Guru untuk memperkenalkan system penilaian kinerja guru berbasis masyarakat, tidak berjalan mulus. Sempat beberapa kali terjadi pertentangan antara guru-guru dengan Kelompok Pengguna Layanan (KPL). “Awalnya terjadi pro kontra antara KPL dan guru-guru,” kisahnya. Guru-guru mengira KPL menilai mereka, padahal yang sebenarnya adalah KPL menilai kesepakatan janji layanan. Tidak mudah meyakinkan guru-guru bahwa pelibatan masyarakat sebagai Penilai dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan. Namun seiring waktu, ternyata system yang diperkenalkan KIAT Guru bukan hanya memberi solusi pada kedisiplinan guru, tapi juga berhasil mendorong partisipasi warga dan menarik dukungan pemerintah desa terhadap permasalahan pendidikan.

                                                         

 

Mendengar informasi akan segera berakhirnya pendampingan dari Tim KIAT Guru, sebagai Kader Desa- Theodorus  menyadari bahwa cepat atau lambat namanya sebuah project pasti ada masa berakhirnya. Satu hal yang masih menjadi tantangan baginya adalah bagaimana memastikan kawan-kawannya dari KPL dapat menjaga kebersamaan. Diakui, kesibukan anggota KPL sebagai warga tani menjadi kendala utama. Dibutuhkan seorang penggerak yang bisa mengingatkan jadwal dan peran mereka untuk melakukan penilaian.  Sebagai pribadi, dia sendiri sudah memahami alur dan proses pelaksanaan pertemuan penilaian bulanan. Sejak dari persiapan, pelaksanaan, sampai kepada penetapan dan pelaporan.

Bagi Pak Theo, amanah untuk menjadi Kader Mandiri direspon baik. Baginya Kader Mandiri itu bukan berarti dia bekerja sendiri, tapi tetap menjalin kerjasama dan melibatkan semua pihak, baik itu KPL, Sekolah dan Pemerintah Desa. Oleh karena itu, Theo mengharapkan sebelum para pendamping meninggalkan desa, dibutuhkan penguatan baru bagaimana setiap komponen menjalankan fungsi dan perannya masing-masing. “Walau kami dari warga tetap semangat, tapi bila tidak ada dukungan dari Pemerintah Desa dan keterbukaan dari pihak sekolah, tentu apa yang kami lakukan tidak akan maksimal,” harapnya. 

Penulis: 
Antonius Aurelius Laka
Wilayah: 
Jabatan: 
Pelaksana Lapangan